Kamis, 13 Maret 2025

Asahan di Antara Plang Monyet, Caci Maki, dan Penghilangan Barang Bukti

Asahan di Antara Plang Monyet, Caci Maki, dan Penghilangan Barang Bukti


Kalau biasanya ada pilihan "mau dengar kabar baik atau kabar buruk dulu?", maaf, saya tidak menawarkan opsi itu kali ini. Kalau kamu datang mencari secercah kabar baik tentang Kabupaten Asahan, lebih baik kamu langsung cari di tempat lain.

Mari kita mulai dari yang paling ringan—sebuah plang imbauan. Bukan sembarang plang, tapi plang larangan membuang sampah yang berbunyi, "Dilarang membuang sampah di sini, kecuali monyet." Ya, sebuah pesan moral terselubung dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Entah apa yang ada di benak mereka saat membuat plang ini, yang jelas pesan tersampaikannya luar biasa jelas—masyarakat sudah ditabalkan gelar primata terhormat. Sayangnya, plang itu kini hilang tanpa jejak, seakan menghilang bersama rasa malu mereka. Permintaan maaf? Ah, tentu saja tidak ada.

Kita lanjut ke kabar yang lebih mendidik, yaitu pelajaran tentang cybersecurity dari pemerintah daerah. Jangan kaget kalau kamu sedang mencari informasi tentang tender proyek atau harga sembako di website resmi UKPBJ atau Diskopdagin, lalu yang muncul justru situs judol dan konten pemersatu bangsa. Tidak, ini bukan program edukasi tersembunyi, melainkan kenyataan yang sempat terjadi di dua situs dinas tersebut. Solusinya? Subdomain mereka langsung dihapus, ditakedown seperti bukti kejahatan yang harus dilenyapkan secepatnya. Tapi jangan khawatir, karena virus judol itu tampaknya berevolusi dan kini sukses menempel di website Bapenda. Sampai sekarang, situs itu masih menjadi tempat bermain para bandar.

Dan tahukah kamu, semua itu dilakukan tanpa sepatah kata pun permintaan maaf? Sepertinya ada SOP tak tertulis di lingkungan pemerintahan Kabupaten Asahan: "Jika ada masalah, hapus jejaknya. Jika masih ada yang protes, diamkan. Jika makin ribut, ya... anggap saja angin lalu, atau maki-maki saja."

Bergeser ke dunia akademis, mahasiswa di Kabupaten Asahan kini mendapat pengalaman belajar yang unik. Ketika mereka turun ke jalan untuk berdemo, yang mereka dapat bukan dialog terbuka atau solusi, melainkan makian dari ASN di Dinas Perkim. Mungkin ini bagian dari soft skill yang harus mereka pelajari di luar kampus—bagaimana menghadapi para pejabat yang alergi kritik. Harapan saya, semoga ASN tersebut tidak ikut "dihilangkan" seperti hilangnya plang monyet atau konten pemersatu bangsa sebelumnya.

Dan terakhir, sebuah kasus yang lebih dari sekadar memalukan—seorang warga yang pelipis kanannya sudah berdarah-darah justru diangkut ke kantor polisi alih-alih dibawa ke klinik atau ke rumah sakit. Dan akhirnya, dia meninggal. Disebut-sebut organ tubuhnya rusak. Malam sebelumnya mendiang dikabarkan dikejar-kejar oleh aparat. Luar biasa. Polisi yang katanya "melindungi dan mengayomi" ternyata lebih ahli dalam hal ... ah silahkan saja isi sendiri.

Jadi begitulah, Asahan hari ini. Sebuah kabupaten yang bisa jadi bahan stand-up comedy, jika saja yang jadi korban bukan nyawa manusia. Sebuah daerah di mana pejabatnya lebih cepat dalam menghilangkan barang bukti ketimbang meminta maaf. Dan sebuah tempat di mana kamu bisa melihat dengan jelas bagaimana sistem pemerintahan bekerja—atau lebih tepatnya, bagaimana sistem berjalan dengan gagal total.

Posting Komentar